Metodologi Tafsir Al-Qur'an (Wardani) PDF

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan pencipta dan pemelihara seluruh isi jagat raya ini. Hanya dengan pertolongan-Nya, buku tentang pemikiran tentang metodologi tafsir al-Qur`an di Indonesia di era ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya.

Buku ini mengkaji tentang perkembangan pemikiran tentang metodologi tafsir al-Qur`an di Indonesia di era kontemporer. Tema ini sengaja ditulis karena mempertimbangkan hajat yang mendesak, antara lain perlunya literatur-literatur yang lahir dari penelitian-penelitian tentang tafsir Nusantara yang kini menjadi salah satu matakuliah di Jurusan Tafsir Hadîts di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari.

Upaya untuk menjawab kekurangan literatur itu memang dilakukan dengan berbagai cara, di samping mengakses kajian-kajian yang sudah ada, seperti kajian M. Yunan Yusuf, Nashruddin Baidan, Islah Gusmian, M. Nurdin Zuhdi, Howard M. Federspiel, Anthony H. Johns, Peter G. Riddell, dan Abdullah Saeed, juga melakukan penelitian sendiri terhadap pemikiran intelektual dan ulama di Indonesia yang perkembangannya sangat beragam dan dinamis. Pada tahun 2008, pernah dilakukan penelitian tentang tafsir Nusantara dengan biaya dari Ditpertais Kemenag RI dengan judul “Tafsir Relasi Gender di Nusantara: Perbandingan Tarjumân al-Mustafîd Karya ‘Abd al-Ra`ûf Singkel dan al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”. Penelitian ini akan diterbitkan oleh Penerbit LKiS Yogyakarta. Penelitian ini membidik isu-isu penafsiran, dalam hal ini tentang relasi gender. Idealnya, memang kajian tentang penafsiran harus dilengkapi juga kajian tentang pemikiran tentang metodologi tafsir yang realisasinya melalui buku ini.

Dari uraian dalam buku ini, akan terbukti betapa dinamisnya pemikiran tentang metodologi tafsir di Indonesia, tidak kalah dengan perkembangan di Malaysia. Dinamika pemikiran di Indonesia barangkali pantas dibandingkan dengan dinamika pemikiran di Mesir, meski harus diakui banyak juga perbedaan dan harus diakui vitalitas Mesir sejak dulu sebagai pusat kajian Islam di dunia. Di Indonesia, tidak seperti di Malaysia, pemikiran yang berkembang membentang dari pemikiran yang tradisional hingga rasional dan liberal sekalipun, sama halnya dengan apa yang terjadi di Mesir, di mana ada kelompok penjaga tradisi dengan para masyâyîkh di Universitas al-Azhar dan kelompok liberal, seperti sosok Abû Zayd.

Memang, sebagaimana diriwayatkan dalam hadîts, al-Qur`an memang seperti jamuan Tuhan yang berisi hidayah bagi semua manusia. Namun, uniknya, al-Qur`an kemudian menjadi semacam muara berbagai pemikiran, titik-tolak perdebatan, titik-tolak argumen, bahkan semua orang mencari pembenaran dari kitab suci ini, semua orang dari berbagai latar belakang bisa “menikmati” jamuan al-Qur`an. Di antara intelektual yang dikaji dalam penelitian ini, M. Dawam Rahardjo mengatakan bahwa penafsiran kitab suci al-Qur`an idealnya tidak hanya menjadi monopoli kalangan ulama, melainkan semua orang punya hak akses yang sama ke kitab suci. Atas dasar pemahaman seperti ini, tidak mengherankan, banyak intelektual yang meski bukan dididik dari latar belakang pendidikan tafsir al-Qur`an juga berbicara tentang al-Qur`an, seperti Dawam sendiri dari latar belakang ilmu-ilmu sosial dan hanya sedikit belajar Bahasa Arab secara formal, selanjutnya ia hanya belajar tafsir secara otodidak. Nama lain adalah M. Amin Abdullah yang berlatarbelakang pendidikan S1 di Perbandingan Agama di IAIN Sunan Kalijaga dan filsafat Islam di Turki.

Fenomena unik ini merupakan fenomena global yang juga terjadi di negara-negara lain, misalnya, Muhammad Syahrûr yang meski mempelajari Bahasa Arab, namun dididik secara formal di Jurusan Teknik. Belakangan, Muhammad ‘Abid al-Jâbirî (w. 2010), seorang guru besar filsafat Islam di Rabat, juga ikut “mencicipi” jamuan Tuhan itu dengan berbagai karyanya, seperti Fahm al-Qur`an.

Dengan keterlibatan para intelektual dari latar belakang pendidikan non-tafsir, perkembangan yang terjadi lebih beragam, kaya wacana, dan multi-perspektif. Masing-masing menimba bahan-bahan pemikirannya dari khazanah keilmuan yang ditekuni, lalu membentuk bangunan pemikiran baru. Dari sinilah, kami tertarik mengkaji persoalan ini dari dua perspektif, yaitu perspektif kesejarahan dari aspek kesinambungan dan perubahan, serta perspektif kajian kritis untuk menimbang tawaran pemikiran itu. Semoga buku ini bermanfaat dalam konteks memberi andil bagi kajian-kajian tafsir Nusantara.

Akhirnya, tentu saja, semua jerih dan pengorbanan ini selalu disandarkan kepada Allah swt., Tuhan Pencipta dan Pengatur alam. Dia lah tempat bertolak, pemberi petunjuk, dan yang terakhir dituju. Semoga semua jerih payah ini bermanfaat bagi umat ini dan mendapatkan ridha dari Tuhan.

Banjarmasin, 10 Januari 2017
Wardani

Posting Komentar

0 Komentar